Skip to main content

Kenapa kita tidak boleh berkata 'maaf'?


Inilah 'mungkin' yang ada dibenak beberapa orang ketika diberi amanah untuk memimpin:

Sebenarnya, saya tuh males ditunjuk jadi pemimpin.
Duh, ngapain yah, kalo bikin kegiatan besar itu? mulai dari mana cobaaa
Ribet ahhhh.. males. Lagi ga mood.

Kata maaf adalah kata-kata teraman sebelum kita mencoba. Ketika ada gesekan dengan teman kerja, kata maaf seolah akan membuat hubungan kita baik-baik aja, padahal enggak... iya gak?
Karena bekerja dengan orang lain itu ternyata membutuhkan skill tertentu lohh.. dan sayangnya, di masa sekolah saya dulu, saya tidak terpapar dengan kegiatan yang berhubungan dengan leadership.
  
Sebagai tim HRD baru di tempat saya bekerja, saya mulai mencari mengenai apa itu HUMAS, apa itu Manajemen Sekolah, sampai menjadi penanggung jawab event selama setahun. Tantangan besar buat saya. Pun menjadi batu loncatan. Ternyata menjadi pemimpin itu tidak mudah. 
Sementara di sekolah, setiap harinya anak-anak di sekolah diajarkan untuk menjadi "Khalifah of the day." Bagaimana dengan ibu guru? Kami memulainya dengan menjadikan masing-masing guru host ketika rapat mingguan, supaya ibu guru pun kebagian menjadi pemimpin rapat.

Tentunya, setiap karyawan yang memiliki atasan, tempat kita melaporkan kemajuan kerja, kendala dan sebagainya. Pun sebagai pemimpin diskusi kelompok panitian Event dan juga sebagai guru mata pelajaran semua level satu-satunya, ya, itu membuat saya mengetahui karakter masing-masing guru dan mulai dapat memetakan potensi, kekurangan dan peluang apa yang dapat dikembangkan dari guru tersebut. Istilahnya, menjadi observer dadakan. Tetapi, hal itu sama juga kok seperti mengenal kembali anak-anak pada awal masa sekolah. Hanya dipermukaannya, dengan bantuan catatan tertulis masing-masing guru ketika melamar masuk ke Sekolah.

Ya, apa hubungannya dengan etika memaafkan, dilihat dari kaca mata seorang leader? Kok bisa sih.. ada kata-kata maaf. Itu tidak dapat diterima. Sungguh dalam satu institusi, maaf, adalah kata terakhir, yang dapat diucapkan, yang sebenarnya bisa dihindari dengan tetapi mengacu pada rencana. 

Pertanyaannya, sematang apa rencananya?. Maaf juga tidak diterima ketika komunikasi antara leader dan anak buah tidak ada. komunikasi di sini adalah bersama melihat kembali rencana, mengerjakan bersama dan bertanggungjawab. 
Terakhir adalah kepemimpinan, salah satu aspek ini jatuh pada pola asuh orang tua kita dahulu, apakah mereka tipikal orang tua yang menyuapi segalanya? mengerjakan segalanya untuk anak, atau tipe yang memutuskan apa pun untuk anak? 

Jangan Khawatir, leadership skill ini ternyata memang skills yang penting yang harus dimiliki setiap manusia. Percayalah.


Tunggu artikel selanjutnya.. Ya!

Sumber foto: http://samluce.com/2016/07/teaching-kids-say-sorry-isnt-good/

Comments

Popular posts from this blog

Bandung Readers Festival ada lagi.... Yes

Selama sepekan di bulan Desember 2022.. akhirnya yang tinaafandi tunggu, hadir kembali, meskipun dengan format yang sedikit berbeda ya.. yes Bandung Readers Festival berkolaborasi dengan patjamerah. Awalnya kami kepoin dulu nih medsosnya pajtarmerah dan tentunya Bandung Readers Festival, yang sempat kami ikuti sebelum pandemi, tentunya.. Kami mengunjungi kegiatan ini di dua hari terkahir yaitu Sabtu dan Minggu tanggal 10-11 Desember 2022, berlangsung di Universitas Katolik Parahyangan, Ciumbuleuit Bandung. Setelah rehat selama pandemi dan di acara terakhir kami (baca suami dan saya) mengikuti Bandung Readers festival, membahas seputar blog.. tentunya dinamika nge blog ala Bandung Readers festival .. buat tinaafandi seorang language enthusiast, hal hal yang berbau literasi, buku, dan turunan-turunannya Sangat ditunggu yaa.. Satu kata untuk kegiatan tahun ini, senang. Karena akhirnya tinaafandi bisa ketemu sama penulis dan ilustrator, Puty Puar  cek aja yaaa diblog pribadinya. Nah, i...

Parenting: Early Literacy for Kids (2)

Menulis nama Setelah postingan minggu lalu tentang literasi untuk anak . Sekarang kita kerucutkan lagi ke teknis cara berlatih menulis nama. Tulisan ini,  jawaban untuk salah satu orang tua murid yang berkonsultasi dengan saya, sebagai guru dan psikolog anak ketika Parents Teacher Meeting ( PTM ). Kasusnya, saya mengajar di level Pre-school/Nursery atau 3-4 tahun. Persiapan menuju K-1. Ibu siswa saya menanyakan apakah anaknya dapat mengikuti kelas, bagaimana di kelas, dan pertanyaan lainnya. Hingga pertanyaan tentang Time Out dan menulis nama. Mom: Miss, kok  anak saya belom bisa nulis namanya sendiri ya? Saya: Begini mom, untuk ******, memang masih menebalkan huruf saja, kami, saya dan asisten saya, selalu mengajak ****** untuk melatih menebalkan hhuruf dan mengenalkan huruf. Mom: Iya Miss, saya juga di rumah nyiapin namanya di- print, banyak, tapi kok dia ga mau ya? Psikolog: Bagaimana mommy membuat tulisannya? Seberapa besar? Mom: saya print selembar ...

Ibu-Ibu Mode On

Menjadi ibu-ibu adalah pekerjaan paling mulia. Ga cukup ucapan selamat hari ibu dan happy mother's day. Kami tahu bagaimana cara merayakan ke-ibu-an kami. :) Setiap hari kami menjalani kehidupan tulus sebagai wanita yang bermanfaat untuk sesama. Sesama manusia. Sesama yang berperut lapar. Menjadi ibu-ibu adalah memasak. Main masak-masakan ketika kita masih kecil adalah modal dapatkah kita bertahan dengan tuntutan perut lapar suami dan anak, saat ini. Menu yang gitu gitu aja buat mereka ya.. mau gimana lagi, kalo ga dimakan laper, dimakan ya kenyang. hahaha.. Bottom line, saya mencoba bereksperimen di dapur. Beli buku resep untuk 30 hari, resep masakan rumahan biasa, tapi ditambahkan ide baru. hihihi.. Saya adalah fans berat pasta. Selain nasi, kita bisa dapet sumber karbohidat yang lain kok. - Kentang - Pasta Tapi dengan pasta, ada keterikatan historis tersendiri. Pasta itu, enak diapain aja. Sederhana. Ok, jadi satu hari, saya bereksperimen  dengan makaroni. ...