Skip to main content

Education: Kenapa Guru



Salah satu pemantik saya tertarik untuk menjadi seorang guru adalah guru saya di SMA. Ketika ada pelatihan di sekolah kemarin mengenai pembuatan Anecdotal Record yang pembicaranya adalah koordinator kurikulum PG dan TK Gagas Ceria, saya diingatkan kembali masa-masa saya belajar di TK dulu, apa yang paling saya ingat. Agak nyeleneh sih.. saya ingat bau tubuh guru saya, bu neneng, saat beliau membantu saya membuat prakarya warna  yang ditiup oleh sedotan sehingga membuat warna-warna tercampur di atas kertas. Beliau memegang tangan saya, mengajak saya mengerjakannya  dengan santun dan lembut. Kemudian, ditanya kembali guru mata pelajaran apa yang saya paling ingat.

Bahasa Inggris.

Tentunya.

Saya masih hafal, bu Rofina, berkerudung, mengenakan kacamata ber-frame tebal, kulit putih dan lipstik merah yang selalu ia pakai adalah guru bahasa Inggris kami di kelas 2 SMA. Beliau mengajar seperti guru-guru lainnya. Hanya saja, beliau menyempatkan untuk menambah jam setelah pulang sekolah. Kami boleh membawa bekal dari rumah, makan bersama sambil belajar bahasa Inggris. Satu hal yang saya paling ingat tentang beliau, yaitu ketika beliau menceritakan mengenai pengalamannya dapat beasiswa ke Selandia Baru. Beliau menceritakan apa yang beliau kerjakan, saya masih ingat beliau menceritakan mengenai cara pemerahan susu sapi di sana yang sudah modern, saya tertarik sekali dengan cerita-cerita beliau. Ternyata bukan bahasa Inggrisnya yang saya pelajari dari beliau tapi motivasi kenapa kita harus bisa berbicara bahasa inggris yang paling penting. (baca:kali aja dapet beasiswa ke luar negeri).

Sedikit demi sedikit, atau mungkin banyak dari sifat dan motivasi ini yang membentuk saya sekarang. Karena kita saling mempengaruhi. Saya memutuskan menjadi guru, ketika saya bekerja menjadi buruh pabrik sehabis lulus SMA. Meradang.

Saya berpikir, pekerjaan mulia yang bukan hanya tenaga saja yang kita pakai, tapi juga otak kita, ya guru. Saya suka ngomong, ya saya suka bahasa Inggris (meskipun memang belajar sepanjang hayat itu berlaku, saya pun masih belajar dan akan terus belajar) lalu, kelak saya akan jadi ibu rumah tangga, saya membayangkan, pekerjaan yang dapat saya lakukan, dengan tetap bisa mengurus keluarga, ya menjadi guru.

Voila, ilmu kependidikan saya dapatkan dari almamater Universitas Pendidikan Indonesia. Sementara tehnik mengajar saya dapat hasil Trial error ngajar all level, karena kata bang Yoris Sebastian generasi saya adalah generasi yang suka mencoba hal yang baru. Ini sepenuhnya saya manfaatkan untuk memoles tehnik mengajar saya.  Dengan mencoba mengajar di sekolah dengan berbagai macam kurikulum dan PG-TK, SD, SMP, SMA, SMK dan Umum (salah satunya mengajar IRT yang suaminya ekspat Prancis).

Singkatnya. Saya selalu percaya bahwa “MENGAJAR BERARTI BELAJAR” ketika seseorang memutuskan untuk menjadi guru, berarti dia harus berkomitmen dengan kontrak seumur hidup, untuk selalu belajar.
Selamat Hari Guru!
Selamat Mengajar!

Selamat Belajar!

Comments

  1. Selamat hari guru, selamat belajar dan mengajar~

    ReplyDelete
  2. selamat hari guru :) semangat mengajar ya Mba, anak-anak indonesia sangat membutukan pengajar seperti Mba ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Semangat bersinergi juba untuk orang tua bijak di luar Sana..

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bandung Readers Festival ada lagi.... Yes

Selama sepekan di bulan Desember 2022.. akhirnya yang tinaafandi tunggu, hadir kembali, meskipun dengan format yang sedikit berbeda ya.. yes Bandung Readers Festival berkolaborasi dengan patjamerah. Awalnya kami kepoin dulu nih medsosnya pajtarmerah dan tentunya Bandung Readers Festival, yang sempat kami ikuti sebelum pandemi, tentunya.. Kami mengunjungi kegiatan ini di dua hari terkahir yaitu Sabtu dan Minggu tanggal 10-11 Desember 2022, berlangsung di Universitas Katolik Parahyangan, Ciumbuleuit Bandung. Setelah rehat selama pandemi dan di acara terakhir kami (baca suami dan saya) mengikuti Bandung Readers festival, membahas seputar blog.. tentunya dinamika nge blog ala Bandung Readers festival .. buat tinaafandi seorang language enthusiast, hal hal yang berbau literasi, buku, dan turunan-turunannya Sangat ditunggu yaa.. Satu kata untuk kegiatan tahun ini, senang. Karena akhirnya tinaafandi bisa ketemu sama penulis dan ilustrator, Puty Puar  cek aja yaaa diblog pribadinya. Nah, i...

Ibu-Ibu Mode On

Menjadi ibu-ibu adalah pekerjaan paling mulia. Ga cukup ucapan selamat hari ibu dan happy mother's day. Kami tahu bagaimana cara merayakan ke-ibu-an kami. :) Setiap hari kami menjalani kehidupan tulus sebagai wanita yang bermanfaat untuk sesama. Sesama manusia. Sesama yang berperut lapar. Menjadi ibu-ibu adalah memasak. Main masak-masakan ketika kita masih kecil adalah modal dapatkah kita bertahan dengan tuntutan perut lapar suami dan anak, saat ini. Menu yang gitu gitu aja buat mereka ya.. mau gimana lagi, kalo ga dimakan laper, dimakan ya kenyang. hahaha.. Bottom line, saya mencoba bereksperimen di dapur. Beli buku resep untuk 30 hari, resep masakan rumahan biasa, tapi ditambahkan ide baru. hihihi.. Saya adalah fans berat pasta. Selain nasi, kita bisa dapet sumber karbohidat yang lain kok. - Kentang - Pasta Tapi dengan pasta, ada keterikatan historis tersendiri. Pasta itu, enak diapain aja. Sederhana. Ok, jadi satu hari, saya bereksperimen  dengan makaroni. ...

Parenting: Early Literacy for Kids (2)

Menulis nama Setelah postingan minggu lalu tentang literasi untuk anak . Sekarang kita kerucutkan lagi ke teknis cara berlatih menulis nama. Tulisan ini,  jawaban untuk salah satu orang tua murid yang berkonsultasi dengan saya, sebagai guru dan psikolog anak ketika Parents Teacher Meeting ( PTM ). Kasusnya, saya mengajar di level Pre-school/Nursery atau 3-4 tahun. Persiapan menuju K-1. Ibu siswa saya menanyakan apakah anaknya dapat mengikuti kelas, bagaimana di kelas, dan pertanyaan lainnya. Hingga pertanyaan tentang Time Out dan menulis nama. Mom: Miss, kok  anak saya belom bisa nulis namanya sendiri ya? Saya: Begini mom, untuk ******, memang masih menebalkan huruf saja, kami, saya dan asisten saya, selalu mengajak ****** untuk melatih menebalkan hhuruf dan mengenalkan huruf. Mom: Iya Miss, saya juga di rumah nyiapin namanya di- print, banyak, tapi kok dia ga mau ya? Psikolog: Bagaimana mommy membuat tulisannya? Seberapa besar? Mom: saya print selembar ...